JAKARTA, KOMPAS.com — Pasar kerja saat ini memang terkesan lebih ramah bagi lulusan SMA dibandingkan lulusan sekolah menengah kejuruan atau SMK. Pasalnya, SMA dinilai lebih fleksibel daripada lulusan SMK yang bersifat spesialis.
Demikian temuan dalam penelitian Lembaga Demografi dan Dosen (LD FE UI). "Kenapa orangtua tidak pilih vocational (kejuruan)? Masalahnya, SMA dinilai lebih fleksibel dibandingkan SMK. Saat SMA, anak diberikan basic knowledge, sementara SMK diberikan pengetahuan praktis yang khusus, misalnya listrik. Jadi, dia hanya bisa listrik saja nantinya," ujar Peneliti LD FEUI, N Haidy A Pasay, Selasa (28/9/2010) di Hotel Nikko, Jakarta.
Haidy menjelaskan bahwa bursa kerja saat ini masih minim dalam menyediakan pekerjaan bagi para lulusan SMK sehingga tiga tahun belajar di SMK menjadi tidak terpakai. Sementara itu, lulusan SMA lebih luwes dalam melakukan penyesuaian sehingga pendidikan SMA selama 3 tahun menjadi tidak terbuang. "Contohnya seperti bank, itu anak SMK enggak bisa. Tapi, mereka menerima SMA karena SMA lebih mengembangkan logika, jadi bisa lebih cepat dilatih," ujarnya.
Di Jepang, lanjut Haidy, bursa kerja lebih memilih tenaga kerja yang memiliki keandalan dalam berpikir logis dan mengutamakan pelatihan tanpa melihat latar belakang pendidikannya. "Maka dari itu, untuk mengoptimalkan keberadaan SMK, harus ada jembatan antara pasar kerja dan pendidikan menengah untuk menutupi middle hollow ini," tandas peneliti senior di FE UI tersebut.
Demikian temuan dalam penelitian Lembaga Demografi dan Dosen (LD FE UI). "Kenapa orangtua tidak pilih vocational (kejuruan)? Masalahnya, SMA dinilai lebih fleksibel dibandingkan SMK. Saat SMA, anak diberikan basic knowledge, sementara SMK diberikan pengetahuan praktis yang khusus, misalnya listrik. Jadi, dia hanya bisa listrik saja nantinya," ujar Peneliti LD FEUI, N Haidy A Pasay, Selasa (28/9/2010) di Hotel Nikko, Jakarta.
Haidy menjelaskan bahwa bursa kerja saat ini masih minim dalam menyediakan pekerjaan bagi para lulusan SMK sehingga tiga tahun belajar di SMK menjadi tidak terpakai. Sementara itu, lulusan SMA lebih luwes dalam melakukan penyesuaian sehingga pendidikan SMA selama 3 tahun menjadi tidak terbuang. "Contohnya seperti bank, itu anak SMK enggak bisa. Tapi, mereka menerima SMA karena SMA lebih mengembangkan logika, jadi bisa lebih cepat dilatih," ujarnya.
Di Jepang, lanjut Haidy, bursa kerja lebih memilih tenaga kerja yang memiliki keandalan dalam berpikir logis dan mengutamakan pelatihan tanpa melihat latar belakang pendidikannya. "Maka dari itu, untuk mengoptimalkan keberadaan SMK, harus ada jembatan antara pasar kerja dan pendidikan menengah untuk menutupi middle hollow ini," tandas peneliti senior di FE UI tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar